Sejarah
monarki Inggris dapat kita telusuri dari riwayat raja-raja Angles dan
Skotlandia. Sejak tahun 1000 muncul sejumlah kerajaan di wilayah Inggris
dan Skotlandia yang membentuk pemerintahan monarki pada zaman tersebut.
Salah satu raja yang perlu kita ketahui ialah Raja Harold II, yakni
raja terakhir Anglo-Saxon. Harold II berkuasa atas Anglo-Saxon sebelum
diserang oleh tentara Normandia pada tahun 1066. Terbunuhnya Harold II
pada peperangan ini membuat Inggris diambilalih oleh Normandia.
Kejadian-kejadian penting yang mewarnai perkembangan monarki Inggris:
1. Abad IX: Setelah pendudukan bangsa Viking, Kerajaan Anglo-Saxon di
Wessex menjadi kerajaan paling berkuasa. Kerajaan ini dipimpin oleh
Alfred the Great dan memiliki kekuasaan di wilayah barat Mercia. Alfred
the Great bergelar “King of English”. Penerusnya, Athelstan, menjadi
raja pertama yang menguasai seluruh kerajaan meskipun bagian-bagian
kekuasaannya tetap mempertahankan identitas daerah masing-masing;
2. Abad XI: Inggris mengalami keadaan yang lebih stabil meskipun
terlibat dalam peperangan, misalnya dengan Denmark (Danes), yang membuat
Denmark berkuasa selama satu generasi;
3. Tahun 1066: Inggris diserang oleh Normandia yang dipimpin oleh
William (Duke of Normandy). Penyerangan Normandia ini menyebabkan
perubahan politik dan sosial negara Inggris;
4. William (kemudian menjadi William I) digantikan oleh dua orang
puteranya, William II dan Henry (kemudian menjadi Henry I). Henry I
membuat keputusan kontroversial dengan menunjuk anak perempuannya,
Matilda (satu-satunya anak yang lahir hidup) sebagai penerus takhta.
5. Tahun 1135: Setelah kematian Henry I, cucu William I, yaitu Stephen,
merebut tahta Inggris dengan dukungan para baron. Hal ini membuat
Matilda memberontak. Kekacauan inilah yang memperkenalkan kita pada
istilah “Anarchy”; Inggris mengalami masa-masa pahit dan serba tidak
menentu.
6. Tahun 1154: Putra dari Matilda, yang juga bernama Henry, merebut
kekuasaan Inggris dan menjadi Raja Angevin (atau Plantagenet) pertama
yang menduduki tahta kerajaan Inggris, dengan gelar Henry II. Selama
kekuasaan dinasti Angevin, Inggris mengalami banyak pemberontakan dan
kerusuhan. Salah satunya ialah pemberontakan oleh dua orang anaknya
sendiri, Richard dan John. Setelah Henry II meninggal, tahta beralih ke
tangan Richard (kemudian menjadi Richard I). Namun, Richard I jarang
berada di istana karena menghabiskan waktunya untuk Perang Salib
(Crusades). Richard I terbunuh dan digantikan oleh saudaranya, John.
7. Tahun 1215: Para baron mendesak Raja John untuk mengesahkan Magna
Carta (Piagam Agung, atau Great Charter) yang berisi jaminan atas hak
dan kebebasan yang sama bagi kaum bangsawan. Terjadi ketegangan yang
menyebabkan meletusnya perang (terkenal dengan nama “the First Barons’
War”).
8. Tahun 1216: Raja John meninggal padahal putra mahkotanya, Henry, baru
berusia 9 tahun. Namun, meskipun masih anak-anak, Henry tetap naik
tahta (bergelar Henry III). Setelah Henry III menjadi Raja Inggris,
terjadilah pemberontakan para baron yang dipimpin oleh Simon de Montfort
(”the Second Barons’ War”).
9. Tahun 1265: Perang berakhir untuk kemenangan kerajaan dan ditandai dengan persetujuan kerajaan atas disahkannya Magna Carta.
10. Raja Edward II menjadi penguasa selanjutnya; Inggris mengalami masa
yang relatif stabil. Masa ini terjadi penaklukan daerah Wales. Edward II
juga berusaha menguasai Skotlandia. Akan tetapi usaha Edward II
mendapatkan gangguan dari kaum bangsawan.
11. Tahun 1311: Edward II dipaksa melepaskan sejumlah wewenangnya kepada
“committee of baronial ‘ordainers’”, namun ia berhasil mengatasi
konflik berkat bantuan militer dan mendapatkan kembali kekuasaan absolut
pada tahun 1322.
12. Tahun 1322: Edward II terbunuh oleh, ironisnya, isterinya sendiri,
yang bernama Isabella. Kematian Edward II ini membuat anaknya yang
berusia 14 tahun naik tahta dan bergelar Edward III. Edward III
mengklaim kekuasaan Prancis hingga menyebabkan Perang 100 Tahun antara
Inggris dan Prancis.
13. Tahun 1374: Parlemen Kerajaan Inggris terbagi ke dalam dua kamar (House).
14. Tahun 1377: Edward III meninggal dan tahta beralih ke putra mahkota
berusia 10 tahun, Richard (bergelar Richard II). Richard II juga
terlibat konflik dengan kaum bangsawan.
15. Tahun 1399: Richard II ditawan dan terbunuh pada saat berkunjung ke
Irlandia. Kepergian Richard II ke Irlandia ini dimanfaatkan oleh saudara
sepupunya, Henry Bolingbroke, untuk melakukan kudeta. Bolingbroke
menjadi Raja Inggris selanjutnya dengan delar Henry IV. Bolingbroke
adalah cucu dari Edward III dan anak dari John of Gaunt (Duke of
Lancaster). Dengan berkuasanya Henry IV maka dinasti beralih pada
keluarga Lancaster dan terkenal dengan sebutan “House of Lancaster”.
Setelah Henry IV meninggal, kerajaan Inggris dipimpin oleh Henry V.
16. Tahun 1422: Henry V meninggal. Putra mahkotanya, yang saat itu masih
bayi, naik tahta dengan gelar Henry VI. Raja yang masih bayi ini
dimanfaatkan oleh Prancis untuk menyingkirkan kekuasaan Inggris. House
of Lancaster menjadi melemah kekuatannya, mendapatkan tantangan dari
House of York. House of York sendiri, yang merupakan keturunan dari
Edward III, adalah dinasti yang dipimpin oleh Richard, Duke of York.
17. Tahun 1460: Duke of York terbunuh dalam pertempuran “the Wars of the Roses”.
18. Tahun 1461: Richard, anak dari Duke of York menang perang dan
mempertahankan kekuasaan York, berturut-turut dari Edward IV, Edward V,
dan Richard III.
19. Tahun 1485: Terjadi konflik antara dinasti York dan dinasti
Lancaster yang dimenangkan oleh Lancaster, yang dipimpin oleh Henry
Tudor. Richard III terbunuh dalam Battle of Bosworth Field. Tudor naik
tahta bergelar Henry VII. Ia menetralisasi kekuatan dinasti York dengan
menikahi Elizabeth of York. Masa kekuasaan Henry VII diwarnai dengan
perubahan politik dan sengketa dengan Kepausan di Roma. Henry VII
memutuskan untuk memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma dan mendirikan
Church of England (Anglican Church). Momentum ini merupakan reformasi
bidang keagamaan.
20. Periode 1535-1542: Penandatanganan Wales Acts. Wales yang memiliki
status terpisah dari kerajaan meskipun tetap berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Inggris, akhirnya dianeksasi pula oleh kerajaan. Reformasi
bidang agama Henry VII diteruskan oleh penggantinya, Edward VI.
21. Tahun 1553: Edward VI meninggal pada usia muda dan terjadi krisis
pergantian kepemimpinan antara kakak perempuan tirinya, Mary (seorang
Katolik) dan Jane Grey. Jane Grey menduduki tahta namun hanya bertahan
selama sembilan hari. Mary mendapatkan kepercayaan publik dan menjadi
penguasa baru (kemudian menjadi Mary I). Selama kekuasaan Mary I, perang
Inggris-Prancis meletus kembali. Mary I juga berinisiatif untuk kembali
ke Katolik Roma, dengan ditandai pembakaran atribut-atribut Protestan.
22. Tahun 1558: Mary I meninggal dan tahta Inggris beralih ke Elizabeth
(selanjutnya disebut Elizabeth I). Inggris kembali menganut Protestan
dan menjadi kekuatan yang hebat di dunia dalam hal angkatan laut serta
penjelajahan Dunia Baru.
23. Tahun 1603: Elizabeth I meninggal. Kepergian ini membuat kekuasaan
dinasti Tudor berakhir. Elizabeth I tidak memiliki anak sehingga tahta
kerajaan diambilalih oleh penguasa Skotlandia, Raja James VI
(selanjutnya disebut James I), yang merupakan cucu buyut dari saudari
tertua Henry VIII dan berasal dari House of Stuart. James I menjadi
orang pertama yang menyebut dirinya “King of Great Britain”.
24. Periode 1629-1640: “Eleven Years’ Tyranny”, yakni kekuasaan mutlak Raja James I tanpa adanya Parlemen.
25. Tahun 1642: Puncak pertikaian James I vs. Parlemen dan memicu terjadinya perang saudara (English Civil War).
26. Tahun 1603: Penguasa Skotlandia, Raja James VI menjadi Raja Inggris dengan gelar James I.
27. Periode 1649-1660: Tradisi monarki terhenti oleh aksi kelompok
republikan yang tergabung dalam Commonwealth of England. Perubahan ini
memicu terjadinya perang yang dikenal dengan nama “War of Three
Kingdoms”.
28. Tahun 1707: Kerajaan Skotlandia dan Inggris melebur menjadi satu dan membentuk kerajaan bernama “Kingdom of Great Britain”.
29. Tahun 1801: Kerajaan-kerajaan di Irlandia bergabung sehingga
Kerajaan Inggris berganti nama menjadi namanya berubah menjadi “United
Kingdom of Great Britain and Ireland”.
30. Tahun 1921: Kerajaan Inggris menjadi puncak pimpinan nominal bagi British Empire, yang menguasai seperempat bagian dunia.
31. Tahun 1922 sebagian besar bagian wilayah Irlandia memisahkan diri
dari Inggris dan membentuk negara baru, “Irish Free State”, namun hukum
Kerajaan Inggris masih berlaku hingga tahun 1949.
32. Tahun 1931, Kerajaan Inggris terbagi ke dalam kekuasaan-kekuasaan Commonwealth yang berbeda-beda.
33. Pasca Perang Dunia II, bersamaan dengan proklamasi kemerdekaan
negara India, kekuasaan British Empire secara efektif berakhir. Masa ini
juga ditandai dengan lahirnya “Commonwealth” (persemakmuran), sebuah
lingkungan negara-negara merdeka yang dahulunya menjadi jajahan Inggris.
Kepala Persemakmuran (Head of Commonwealth) dipegang oleh Monarki
Inggris (dalam hal ini Raja George VI dan saat ini Ratu Elizabeth II).
Hingga saat ini tercatat 15 negara Persemakmuran di bawah Kerajaan
Inggris.