Dalam sejarah kerajaan Inggris (Britania Raya), terdapat 10 wanita yang
pernah menduduki takhta kerajaan. Siapa sajakah mereka, berikut ini nama
dan biografinya.
Matilda (April–November 1141)
Matilda merupakan ratu pertama kerajaan Inggris. Namun karena masa pemerintahannya yang relatif singkat, dan di saat dia memerintah, ia tidak mendapat pengakuan yang sah, serta tidak pernah dimahkotai, maka posisinya sebagai ratu masih diperdebatkan hingga saat ini.
Matilda merupakan putri dari Raja Henry I. Ketika ayahnya meninggal pada tahun 1135, Matilda tidak mendapat dukungan menduduki takhta walaupun ia pewaris sah. Maka takhtanya direbut oleh sepupunya, Stephen. Pada tahun 1139, Matilda mulai memimpin pasukan untuk merebut takhta dari Raja Stephen. Raja Stephen dikalahkan dan ditangkap pada April 1141, dan Matilda berhasil merebut takhtanya. Tidak banyak catatan mengenai pemerintahan Matilda, kecuali ia menolak permintaan rakyat agar pajak dipotong.
Stephen yang dipenjara berhasil bebas, dan mulai menggalang dukungan merebut kembali takhta kerajaan. Alhasil, pada November 1141, Stephen kembali bertakhta, dan Matilda berhasil melarikan diri. Matilda meninggal pada tahun 1167 dalam usia 65 tahun.
Margaret (1286–1290)
Margaret merupakan putri dari Raja Norwegia Eric II dan Margaret, putri Raja Skotlandia Alexander III. Ibunya yang bernama sama meninggal saat melahirkannya. Ketika Raja Alexander III meninggal pada tahun 1286, Margaret sebagai satu-satunya keturunan Alexander III secara otomatis menduduki takhta dalam usia 3 tahun. Takhtanya di Skotlandia mengalami perdebatan. Selain karena usianya yang terlampau muda, ia berada di Norwegia bersama ayahnya.
Perdebatan tersebut pun terus berlanjut ketika Ratu Margaret meninggal 4 tahun kemudian dalam usia 7 tahun. Kematiannya menyebabkan terjadinya perebutan takhta di Skotlandia. Karena tidak pernah dimahkotai, bahkan tidak pernah menginjakkan kaki di tanah Skotlandia, takhtanya masih diperdebatkan.
Mary I, Ratu Skotlandia (1542–1567)
Sebagai satu-satunya keturunan Raja James V, ia menduduki takhta Skotlandia sepeninggal ayahnya pada tahun 1542 di saat umurnya baru 6 hari. Di saat ia berumur 5 tahun, ia dibawa ke Perancis dan dibesarkan oleh Raja Perancis Henry II. Pada usia 16 tahun, ia dinikahkan dengan Francis, putra Raja Henry II, yang kemudian menjadi Raja Perancis Francis II. Pada tahun 1560, Raja Francis II meninggal, dan Ratu Mary I memutuskan untuk kembali ke Skotlandia.
Di Skotlandia, segagai Ratu Katolik di tanah Protestan, ia mendapat cukup penolakan dan dipaksa untuk mengundurkan diri. Pada tahun 1567, Mary I pun menyerahkan takhtanya kepada putranya, kemudian melarikan diri ke Inggris untuk meminta perlindungan dari Ratu Elizabeth I yang tidak lain sepupunya sendiri. Namun, sebagai cicit dari Raja Henry VII, dia adalah juga penerus takhta Kerajaan Inggris, kedatangannya ke Inggris justru dianggap sebagai upaya untuk menyingkirkan Ratu Elizabeth I, sehingga dia ditangkap, dikurung, dan akhirnya dihukum mati atas tuduhan percobaan pemberontakan dan percobaan pembunuhan terhadap Ratu Elizabeth I. Ia tewas dipancung dalam usia 44 tahun.
Jane Grey (Juli 1553)
Jane Grey terkenal dengan sebutan Nine Days' Queen karena takhtanya yang cuman 9 hari. Selain itu takhtanya juga masih diperdebatkan.
Ketika Raja Edward VI bertakhta, kakak tertuanya, Mary adalah penerus sah takhta kerajaan menurut aturan yang berlaku. Namun, sebelum meninggal Edward VI menunjuk Jane Grey sebagai penerusnya. 4 hari setelah Edward VI meninggal, Jane Grey diumumkan sebagai Ratu Inggris. Hal ini mendapat penolakan dari Mary, kakak Edward VI yang mengklaim dirinya sebagai penerus sah. 9 hari kemudian, dengan menggalang dukungan, akhirnya Mary berhasil menyingkirkan Jane Grey dan menjadi Ratu Mary I. Ratu Mary I kemudian menangkap Jane Grey dan para pendukungnya dan menghukum mati mereka. Jane Grey tewas dipancung pada tahun 1554 dalam usia 16 tahun.
Mary I, Ratu Inggris (1553–1558)
Ratu Inggris Mary I berhasil naik takhta setelan menyingkirkan sepupunya Jane Grey. Mary I, seorang Katolik fanatik dikenal dengan sebutan Bloody Mary karena kekejaman masa pemerintahannya yang menghukum mati para penganut Protestan. Ratu Mary I menikah dengan Raja Spanyol Philip II dengan harapan menyatukan kedua negara. Mary I pun menggelari suaminya sebagai Raja Inggris dan berkedudukan setara dengan dirinya. Namun karena tidak memilik anak, harapan itu akhirnya sirna. Ratu Mary I meninggal pada tahun 1558 dalam usia 42 tahun. Takhtanya kemudian diserahkan kepada adiknya Elizabeth I.
Elizabeth I (1558–1603)
Elizabeth I, adik dari Mary I memerintah sepeninggal kakaknya. Tidak seperti kakaknya yang melarang Protestan, Elizabeth I yang justru seorang Protestan mendirikan kembali Gereja Inggris yang sempat dilarang Mary I. Elizabeth I disebut-sebut sebagai ratu terhebat dalam sejarah Inggris, selain karena figurnya yang karismatik, juga karena keberhasilannya mengalahkan armada Spanyol serta berhasil membawa kestabilan bagi negaranya, sehingga masa pemerintahannya disebut sebagai The Golden Age, atau sering juga disebut Elizabethan Era. Ia beratkhta hingga akhir hayatnya dan meninggal dalam usia 69 tahun. Karena tidak menikah, dan tidak memiliki keturunan, ia digantikan oleh adik sepupunya, James I/VI yang juga Raja Skotlandia, yang menjadi awal bergabungnya Kerajaan Inggris dengan Skotlandia.
Mary II (1689–1694)
Mary II naik takhta memimpin Inggris, Skotlandia, dan Irlandia bersama-sama dengan suaminya, William III/II, setelah ayahnya, James II/VII dipecat melalui revolusi. Meskipun ia dan suaminya bertakhta secara bersama-sama, Mary II nampak lebih dominan dalam pemerintahan dalam negeri, manakala suaminya lebih fokus ke luar negeri. Mary II dikenal cukup aktif dalam mengatur Gereja Inggris di mana ia adalah pemimpin tertingginya. Mary II bertakhta hingga meninggal dalam usia 32 tahun dan tidak memiliki keturunan.
Anne (1702–1714)
Anne, adik dari Ratu Mary II, naik takhta sepeninggal abang iparnya pada tahun 1702. Takhta Anne dikenal dengan bersatunya Inggris dan Skotlandia menjadi satu Kerajaan Britania Raya melalui Act of Union 1707, menjadikan Anne sebagai ratu pertama kerajaan bersatu tersebut, dan sekaligus ratu terakhir Inggris dan Skotlandia secara tepisah. Di masanya pula, pemerintahan Britania Raya mulai bergerak dari monarki absolut menuju monarki konstitusional. Sama seperti kakaknya, Anne tidak meninggalkan keturunan. Setelah 12 bertakhta, ia meninggal dalam usia 49 tahun dan digantikan oleh sepupunya.
Victoria (1837–1901)
Bernama lengkap Alexandrina Victoria, Ratu Victoria yang bertakhta selama 63 tahun dan 7 bulan merupakan ratu terlama dalam sejarah Britania, melebihi ratu/raja yang ada hingga saat ini. Victoria mewarisi takhta sepeninggal pamannya, Raja William IV, di saat ia baru berumur 18 tahun. Zaman pemerintahannya yang dikenal dengan Victorian Era dikenal dengan berkembangnya Britania Raya secara pesat di bidang industri, politik, ilmu pengetahuan, dan militer, juga berkembangnya wilayah jajahan Britania Raya di seluruh benua hingga mencapai puncaknya. Meskipun Britania Raya sudah mengadopsi monarki konstitusional, peran simbolik Ratu Victoria sangatlah penting sebagai pemersatu bangsa-bangsa Britania Raya dan seluruh wilayah jajahannya. Ratu Victoria juga dikenal sebagai peletak dasar-dasar moral dan etika bagi para anggota keluarga kerajaan. Ratu Victoria meninggal pada tahun 1901 dalam usia 81 tahun, dan kemudian mewariskan takhtanya kepada anaknya, Edward VII.
Elizabeth II (1952–sekarang)
Elizabeth Alexandra Mary, lebih dikenal dengan nama Elizabeth II, mewarisi takhta ayahnya, George VI, saat berumur 26 tahun. Selama takhtanya, ia menyaksikan banyaknya perubahan Kekaisaran Britania, di mana banyak wilayah jajahannya yang merdeka satu per satu, hingga berkembang menjadi organisasi negara-negara persemakmuran. Ratu Elizabeth II dikenal dengan rutinitasnya mengunjungi berbagai wilayah baik di dalam maupun luar negeri. Ratu Elizabeth II saat ini merupakan ratu terlama ketiga dalam sejarah Britania Raya dan juga ratu tertua dalam sejarah Britania Raya. Jika ia masih bertakhta pada September 2015, di mana usianya menginjak 89 tahun, ia akan menjadi ratu terlama sepanjang sejarah Britania Raya, menlewati rekor Ratu Victoria.
Read more >>
Matilda (April–November 1141)
Matilda merupakan ratu pertama kerajaan Inggris. Namun karena masa pemerintahannya yang relatif singkat, dan di saat dia memerintah, ia tidak mendapat pengakuan yang sah, serta tidak pernah dimahkotai, maka posisinya sebagai ratu masih diperdebatkan hingga saat ini.
Matilda merupakan putri dari Raja Henry I. Ketika ayahnya meninggal pada tahun 1135, Matilda tidak mendapat dukungan menduduki takhta walaupun ia pewaris sah. Maka takhtanya direbut oleh sepupunya, Stephen. Pada tahun 1139, Matilda mulai memimpin pasukan untuk merebut takhta dari Raja Stephen. Raja Stephen dikalahkan dan ditangkap pada April 1141, dan Matilda berhasil merebut takhtanya. Tidak banyak catatan mengenai pemerintahan Matilda, kecuali ia menolak permintaan rakyat agar pajak dipotong.
Stephen yang dipenjara berhasil bebas, dan mulai menggalang dukungan merebut kembali takhta kerajaan. Alhasil, pada November 1141, Stephen kembali bertakhta, dan Matilda berhasil melarikan diri. Matilda meninggal pada tahun 1167 dalam usia 65 tahun.
Margaret (1286–1290)
Margaret merupakan putri dari Raja Norwegia Eric II dan Margaret, putri Raja Skotlandia Alexander III. Ibunya yang bernama sama meninggal saat melahirkannya. Ketika Raja Alexander III meninggal pada tahun 1286, Margaret sebagai satu-satunya keturunan Alexander III secara otomatis menduduki takhta dalam usia 3 tahun. Takhtanya di Skotlandia mengalami perdebatan. Selain karena usianya yang terlampau muda, ia berada di Norwegia bersama ayahnya.
Perdebatan tersebut pun terus berlanjut ketika Ratu Margaret meninggal 4 tahun kemudian dalam usia 7 tahun. Kematiannya menyebabkan terjadinya perebutan takhta di Skotlandia. Karena tidak pernah dimahkotai, bahkan tidak pernah menginjakkan kaki di tanah Skotlandia, takhtanya masih diperdebatkan.
Mary I, Ratu Skotlandia (1542–1567)
Sebagai satu-satunya keturunan Raja James V, ia menduduki takhta Skotlandia sepeninggal ayahnya pada tahun 1542 di saat umurnya baru 6 hari. Di saat ia berumur 5 tahun, ia dibawa ke Perancis dan dibesarkan oleh Raja Perancis Henry II. Pada usia 16 tahun, ia dinikahkan dengan Francis, putra Raja Henry II, yang kemudian menjadi Raja Perancis Francis II. Pada tahun 1560, Raja Francis II meninggal, dan Ratu Mary I memutuskan untuk kembali ke Skotlandia.
Di Skotlandia, segagai Ratu Katolik di tanah Protestan, ia mendapat cukup penolakan dan dipaksa untuk mengundurkan diri. Pada tahun 1567, Mary I pun menyerahkan takhtanya kepada putranya, kemudian melarikan diri ke Inggris untuk meminta perlindungan dari Ratu Elizabeth I yang tidak lain sepupunya sendiri. Namun, sebagai cicit dari Raja Henry VII, dia adalah juga penerus takhta Kerajaan Inggris, kedatangannya ke Inggris justru dianggap sebagai upaya untuk menyingkirkan Ratu Elizabeth I, sehingga dia ditangkap, dikurung, dan akhirnya dihukum mati atas tuduhan percobaan pemberontakan dan percobaan pembunuhan terhadap Ratu Elizabeth I. Ia tewas dipancung dalam usia 44 tahun.
Jane Grey (Juli 1553)
Jane Grey terkenal dengan sebutan Nine Days' Queen karena takhtanya yang cuman 9 hari. Selain itu takhtanya juga masih diperdebatkan.
Ketika Raja Edward VI bertakhta, kakak tertuanya, Mary adalah penerus sah takhta kerajaan menurut aturan yang berlaku. Namun, sebelum meninggal Edward VI menunjuk Jane Grey sebagai penerusnya. 4 hari setelah Edward VI meninggal, Jane Grey diumumkan sebagai Ratu Inggris. Hal ini mendapat penolakan dari Mary, kakak Edward VI yang mengklaim dirinya sebagai penerus sah. 9 hari kemudian, dengan menggalang dukungan, akhirnya Mary berhasil menyingkirkan Jane Grey dan menjadi Ratu Mary I. Ratu Mary I kemudian menangkap Jane Grey dan para pendukungnya dan menghukum mati mereka. Jane Grey tewas dipancung pada tahun 1554 dalam usia 16 tahun.
Mary I, Ratu Inggris (1553–1558)
Ratu Inggris Mary I berhasil naik takhta setelan menyingkirkan sepupunya Jane Grey. Mary I, seorang Katolik fanatik dikenal dengan sebutan Bloody Mary karena kekejaman masa pemerintahannya yang menghukum mati para penganut Protestan. Ratu Mary I menikah dengan Raja Spanyol Philip II dengan harapan menyatukan kedua negara. Mary I pun menggelari suaminya sebagai Raja Inggris dan berkedudukan setara dengan dirinya. Namun karena tidak memilik anak, harapan itu akhirnya sirna. Ratu Mary I meninggal pada tahun 1558 dalam usia 42 tahun. Takhtanya kemudian diserahkan kepada adiknya Elizabeth I.
Elizabeth I (1558–1603)
Elizabeth I, adik dari Mary I memerintah sepeninggal kakaknya. Tidak seperti kakaknya yang melarang Protestan, Elizabeth I yang justru seorang Protestan mendirikan kembali Gereja Inggris yang sempat dilarang Mary I. Elizabeth I disebut-sebut sebagai ratu terhebat dalam sejarah Inggris, selain karena figurnya yang karismatik, juga karena keberhasilannya mengalahkan armada Spanyol serta berhasil membawa kestabilan bagi negaranya, sehingga masa pemerintahannya disebut sebagai The Golden Age, atau sering juga disebut Elizabethan Era. Ia beratkhta hingga akhir hayatnya dan meninggal dalam usia 69 tahun. Karena tidak menikah, dan tidak memiliki keturunan, ia digantikan oleh adik sepupunya, James I/VI yang juga Raja Skotlandia, yang menjadi awal bergabungnya Kerajaan Inggris dengan Skotlandia.
Mary II (1689–1694)
Mary II naik takhta memimpin Inggris, Skotlandia, dan Irlandia bersama-sama dengan suaminya, William III/II, setelah ayahnya, James II/VII dipecat melalui revolusi. Meskipun ia dan suaminya bertakhta secara bersama-sama, Mary II nampak lebih dominan dalam pemerintahan dalam negeri, manakala suaminya lebih fokus ke luar negeri. Mary II dikenal cukup aktif dalam mengatur Gereja Inggris di mana ia adalah pemimpin tertingginya. Mary II bertakhta hingga meninggal dalam usia 32 tahun dan tidak memiliki keturunan.
Anne (1702–1714)
Anne, adik dari Ratu Mary II, naik takhta sepeninggal abang iparnya pada tahun 1702. Takhta Anne dikenal dengan bersatunya Inggris dan Skotlandia menjadi satu Kerajaan Britania Raya melalui Act of Union 1707, menjadikan Anne sebagai ratu pertama kerajaan bersatu tersebut, dan sekaligus ratu terakhir Inggris dan Skotlandia secara tepisah. Di masanya pula, pemerintahan Britania Raya mulai bergerak dari monarki absolut menuju monarki konstitusional. Sama seperti kakaknya, Anne tidak meninggalkan keturunan. Setelah 12 bertakhta, ia meninggal dalam usia 49 tahun dan digantikan oleh sepupunya.
Victoria (1837–1901)
Bernama lengkap Alexandrina Victoria, Ratu Victoria yang bertakhta selama 63 tahun dan 7 bulan merupakan ratu terlama dalam sejarah Britania, melebihi ratu/raja yang ada hingga saat ini. Victoria mewarisi takhta sepeninggal pamannya, Raja William IV, di saat ia baru berumur 18 tahun. Zaman pemerintahannya yang dikenal dengan Victorian Era dikenal dengan berkembangnya Britania Raya secara pesat di bidang industri, politik, ilmu pengetahuan, dan militer, juga berkembangnya wilayah jajahan Britania Raya di seluruh benua hingga mencapai puncaknya. Meskipun Britania Raya sudah mengadopsi monarki konstitusional, peran simbolik Ratu Victoria sangatlah penting sebagai pemersatu bangsa-bangsa Britania Raya dan seluruh wilayah jajahannya. Ratu Victoria juga dikenal sebagai peletak dasar-dasar moral dan etika bagi para anggota keluarga kerajaan. Ratu Victoria meninggal pada tahun 1901 dalam usia 81 tahun, dan kemudian mewariskan takhtanya kepada anaknya, Edward VII.
Elizabeth II (1952–sekarang)
Elizabeth Alexandra Mary, lebih dikenal dengan nama Elizabeth II, mewarisi takhta ayahnya, George VI, saat berumur 26 tahun. Selama takhtanya, ia menyaksikan banyaknya perubahan Kekaisaran Britania, di mana banyak wilayah jajahannya yang merdeka satu per satu, hingga berkembang menjadi organisasi negara-negara persemakmuran. Ratu Elizabeth II dikenal dengan rutinitasnya mengunjungi berbagai wilayah baik di dalam maupun luar negeri. Ratu Elizabeth II saat ini merupakan ratu terlama ketiga dalam sejarah Britania Raya dan juga ratu tertua dalam sejarah Britania Raya. Jika ia masih bertakhta pada September 2015, di mana usianya menginjak 89 tahun, ia akan menjadi ratu terlama sepanjang sejarah Britania Raya, menlewati rekor Ratu Victoria.